Selasa, 13 Mei 2014

Teori Belajar Behaviorisme dan Teori Belajar Kognitif

    I.   TEORI BEHAVIORISME
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman  Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori – teori belajar dalam behaiorisme,yaitu:
1.      Belajar Asosiatif
Merupakan teknik belajar dengan membuat suatu asosiasi atau hubungan baru dari dua peristiwa. Belajar asosiatif merupakan belajar yang paling dasar.Ada dua bentuk belajar asosiatif :
A.    Pengkondisian Klasikal (Classical Conditioning)
Organisme belajar bahwa dua stimulus cenderung berjalan bersama-sama.Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov.Ia melakukan percobaan kepada seekor anjing .Dari hasil percobaanya itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflex itu dapat berubah dan dipelajari lewat adanya latihan.
Pavlov membedekan dua macam reflex,yaitu reflex wajar (unconditioned response) dan reflex bersyarat(conditioned response). Refleks wajar adalah reflex yang terjadi secara alami,misalkan : Ketika melihat daging anjing mengeluarkan air liur.Berbeda dengan reflex bersyarat adalah reflex yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi (respon),misalkan : Air liur anjing keluar setelah anjing mendengar bunyi bel. Jadi suatu proses perubahan terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response), melalui latihan yang berkelanjut.
B.     Pengkondisian Operan (Operant Conditioning)
Organisme balajar bahwa beberapa respon atau tingkah laku akan menyebabkan terjadinya akibat atau hasil yang diinginkan. Burrhus Frederic Skinner adalah seorang penganut Behaviorisme yang mengemukakan teori ini. Skinner membedakan respon ke dalam dua macam:
·         Respondent response (reflexive response), adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Misalnya anjing yang mengeluarkan air liur setelah melihat makanan tertentu (daging).
·         Operant response (instrumental response), yaitu respon yang timbuldan berkembang diikuti oleh perangsangan-perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karenamemperkuat respon yang telah dilakukan organisme. Dua hukum operan yaitu:
A.    Law of operant conditioning : respon yang terjadi karena didahului oleh stimulus atau   reinforce.
B.     Law of operant extinction : respon yang terjadi tanpa didahuluioleh stimulus atau reinforce.
Jadi, suatu proses perubahan terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian Menimbulkan reaksi (response), melaluin reaksi itu akan menjadi tindakan otomatis (alami)
Teori ini menganggap bahwa belajar hanya terjadi secara otomatis.Pendapat ini pula yangmenjadi titik kelemahan teori ini karena teori ini tidak menghiraukan peranan keaktifan individu dalam menentukan latihan/kebiasaan.

2.      Belajar Fungsionalistik
Menurut Edwar Lee Thorndike lahir di Williamsburg pada tahun 1874. Thorndike mengatakan belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons, dimana perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang non konkret (tidak bias diamati).
Berdasarkan eksperimen yang dilakukannya ia memperoleh tiga buah hukum dalam belajar, yaitu law of effect, law of exercise, dan law of readiness. Law of effect adalah tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respon.
Maksudnya, bila respons terhadap stimulus menimbulkan sesuatu yang memuaskan. Bila hubungan S-R tidak diikat oleh sesuatu yang memuaskan maka respons itu akan melemah atau bahkan tidak akan ada respons sama sekali. Secara umum law of effect yaitu sesuatu yang menimbulkan efek yang mengenakkan akan cenderung diulangi atau sebaliknya.
Law of exercise yaitu respons terhadap stimulus dapat diperkuat seringnya respons digunakan.Hal ini menghasilkan implikasi bahwa praktik, khususnya pengulangan dalam pengajaran adalah penting dilakukan.Sedangkan law of readiness yaitu dalam memberikan respon subjek harus siap dan disiapkan.Hukum ini menyangkut kematangan dalam pengajaran, baik kematangan fisik maupun mental dan intelek. Stimulus tidak akan direspons, atau responsnya akan lemah, bila pelajar kurang atau belum siap.
Menurut Edwar Lee Thorndike sebelum guru masuk dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu.Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
Ada kelemahan dalam teori belajar menurut Thorndike yaitu, pertama, memandang belajar hanya merupakan asosiasi stimulus dan respons.Dengan demikian yang dipentingkan dalam belajar adalah memperkuat asosiasi dengan latihan-latihan atau ulangan yang terus-menerus.Kedua, proses belajar yang dipandang mekanistik antara stimulus dan respons.
3.      Kelebihan dan Kekurangan Teori Fungsionalistik
A.    Kelebihan Teori Fungsionalistik
·         Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
·         Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan, baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
·         Mampu membentuk suatu perilaku yang dinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative.
·         Dapat mengganti stimulus yang satu dengan yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang dinginkan muncul.
·         Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membentuk praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas dan daya tahan.
·         Teori fungsionalistik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, dengan berbagai rangsangan berupa penghargaan-penghargaan.
B.     Kekurangan Teori Fungsionalistik
·         Sebuah konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran  dalam bentuk yang sudah siap.
·         Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
·         Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·         Cendrung untuk mengarahkan siswa untuk berfikir linier, tidak kreatif, tidak produktif, dan mendudukan siswa sebagai individu yang pasif.
·         Pembelaaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mikanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang didapat dan diukur.
·         Penerapan metode yang salah akan mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan 
     II.    TEORI KOGNITIF
Pada model belajar kognitif adalah suatu bentuk teori belajar yang sering disebut dengan model perseptual.Belajar kognitif menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh pendangan serta pemahamannya mengenai situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar mereka.Belajar adalah perubahan pandangan dan pemahaman yang tidak selalu bisa terlihat sebagai perilaku yang nampak.
Teori belajar kognitif juga menekankan pada bagian-bagian atas situasi yang saling berkaitan dengan konteks situasi itu sendiri. Membagi-bagi atau memisahkan situasi atau materi pelajaran kedalam komponen-komponen yang lebih kecil serta mempelajarinya dengan cara terpisah bisa menyebabkan kehilangan arti. Pandangan akan teori ini bahwa belajar adalah suatu proses didalam yang melingkupi memory, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan yang lain.
Belajar adalah kegiatan yang melibatkan kompleksnya proses berpikir. Belajar terjadi antara lain meliputi pengaturan stimulus yang didapat dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah dipunyai dan terbentuk dalam pikiran seseorang atas dasar pemahaman dan pengalaman. Teori belajar kognitif menerangkan belajar dengan cara fokus pada perubahan proses jiwa dan struktur yang terjadi sebagai akibat dari usaha untuk memahami kehidupan. Teori kognitif yang dipakai untuk menerangkan tugas yang sederhana seperti mengingat nomor telepon dan kompleks dan memesahkan masalah yang tidak jelas.
Ada empat prinsip dasar teori kognitif yaitu pembelajar aktif dalam usaha untuk memahami pengalaman, pemahaman bahwa murid meningkatkan tergantung pada apa yang sudah mereka ketahui, belajar membangun pengertian dari pada catatan, belajar merupakan perubahan dalam struktur jiwa seseorang.
Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Prinsip umum teori Belajar Kognitif antara lain :
a.       Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil.
b.      Disebut model perceptual.
c.       Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya
d.      Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
e.       Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran  menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f.       Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g.      Belajar merupakan  aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h.      Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
i.        Materi pelajaran disusun dengan  pola dari sederhana  ke kompleks
j.        Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme.Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif.Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a.       Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
b.      Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c.       Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d.      Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
1.      Trial and Error Learning
Trial and error adalah metode dasar pemecahan masalah.Hal ini ditandai dengan berulang, upaya bervariasi yang berlanjut hingga sukses, atau sampai agen berhenti mencoba.Ini adalah metode sistematis yang tidak menggunakan wawasan, teori atau metodologi terorganisir.
Menurut Thorndike, ada 3 hukum primer dalam proses belajar Trial and Error, yaitu :
1.      The Law of Effect (Hukum Akibat)
Suatu perbuatan yang menghasilkan kepuasan akan cenderung untuk diulamgi kembali, sebaliknya suatu perbuatan yang menghasilkan kekecewaan akan cenderung untuk tidak diulang kembali.
2.      The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Terdiri dari dua hukum utama, yaitu used (suatu latihan akan memperkuat hubungan stimiulus dan respon, artinya makin sering dilatih, hubungan tersebut semakin erat) dan diused (hubungan stimulus dan respon akan semakin lemah jika jarang diulang/dilakukan latihan.
3.      The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)
Terdiri dari 3 hukum utama, yaitu :
1.      Apabila individu sudah siap untuk melakukan sesuatu dan diberi kesempatan untuk melakukannya maka akan timbul kepuasan.
2.      Apabila individu sudah siap melakukan respon tetapi tidak diberikan kesempatan untuk melakukannya, maka akan timbul ketidakpuasan dan akan mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu sebagai pelampiasannya dari rasa ketidakpuasannnya.
3.      Apabila individu belum siap untuk melakukan sesuatu tapi dia dipaksa untuk melakukannya, maka akan timbul perasaan tidak puas dan mendorong individu untuk melakukan tindakan tertentu sebagai pelampiasannya dari rasa ketidakpuasannya,
2.      Insight Learning
Wolfgang Kohler terkenal karena studinya tentang wawasan pembelajaran menggunakan simpanse. Insight pembelajaran terjadi ketika seseorang tiba-tiba menyadari bagaimana untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang ketika Anda mengambil tes yang terjadi atas masalah yang Anda tidak tahu bagaimana untuk memecahkan. Lalu tiba-tiba, jawabannya datang kepada Anda.
Kohler menunjukkan kekuatan belajar wawasan dengan menempatkan pisang di atas jangkauan simpanse dan menonton bagaimana mereka berusaha untuk mencapai makanan. Di dalam ruangan ada beberapa kotak, tidak ada yang cukup tinggi untuk memungkinkan simpanse untuk mencapai pisang. Kohler menemukan bahwa simpanse menghabiskan sebagian besar waktu mereka tidak produktif daripada perlahan-lahan bekerja menuju solusi. Mereka akan berjalan di sekitar, melompat, dan secara umum marah tentang ketidakmampuan mereka untuk merobek makanan ringan sampai, tiba-tiba, mereka akan menumpuk kotak di atas satu sama lain, memanjat, dan ambil pisang.



Tidak ada komentar: