Selasa, 20 Agustus 2013


JAKARTAKU, dan JAKARTA MEREKA SEMUA
Jam menunjukkan pukul 10 pagi.
                Matahari sudah cukup terik. Akupun terbangun dari tidurku dan bersiap untuk melanjutkan perjalananku. Namaku Ben Alde, panggil saja aku Alde. Aku tidak tahu kemana aku harus pergi lagi. Aku sudah patah arah. Ya.. bisa dibilang aku tersasar dibesarnya jantung Negara ini. Jakarta, semua pasti tahu, Jakarta adalah ibukota Negara Indonesia. Sudah 6 hari aku melintasi kota ini, berharap ada kebaikan hati orang yang membuatku berhenti untuk singgah dan menetap. Tapi, kenyataannya tidak ada sama sekali. Bahkan ada yang bilang kepadaku begini “Ini Jakarta Bung Bukan Kampung, Jakarta Keras Lo Gk Kerja, Lo Gk Bakal Bisa Hidup”. Ya… ternyata orang tersebut benar. Dikota ini penduduknya semuanya pada bekerja, mulai dari yang berdasi, hingga yang memakai kaos bolong-bolong.
       Akupun berhenti sejenak, dan duduk diemperan pasar. Begitu jorok, begitu kotor, begitu kumuh, dan begitu bau. Tapi, aku tidak mau mengeluh dan kalah dengan orang di sebelahku. Ya… di sebelahku duduk juga lelaki tua, yang sedang mengemis dan meminta uang kepada setiap orang yang lalu lalang. Dan aku mulai berfikir, oh jadi ini, orang-orang rela menjadi yang terbuang, hanya untuk uang receh yang nantinya akan dijadikan modal untuk dia hidup dikota yang keras ini.
       Tidak terasa hari sudah mulai gelap, inilah saatnya aku mencari tempat untuk tidur. Akupun terus berjalan, dan waktu semakin cepat berputar, dan kulihat jam ditanganku, sudah menunjukan pukul setengah 11 malam. Sudah 4 jam lebih, aku mencari tempat peristirahatan. Tubuhku sudah mulai lemah. Saat ini aku sedang melalui bilangan daerah cipinang. Setauku cipinang itu terkenal dengan Lembaga Permasyarakatannya. Ya.. seperti penjara gitu. Tapi aku langsung terkejut, ternyata disepanjang jalan cipinang, banyak sekali, perempuan dan setengah perempuan atau bisa dibilang banci, sedang menjajahkan diri mereka. Oh.. mengapa mereka semua bisa serendah itu, apakah tidak ada pekerjaan lain, selain seperti itu.
       Akhirnya, setelah berjam-jam berjalan, akupun menemukan tempat peristirahatan juga, yaitu di stasiun. Mau bagaimana lagi, daripada aku harus tidur dipinggir jalan. Ternyata bukan hanya aku saja yang tidur distasiun, tapi ada banyak sekali anak-anak punk dan orang-orang yang kelihatannya seperti pengemis. Akupun tidak gengsi dan takut untuk bergabung dengan mereka. Tapi, aku malah senang, karena bisa bisa berbagi cerita dengan mereka semua. Banyak sekali yang bilang anak punk itu keras, tidak berakal, dan lain-lainlah. Tetapi, saat ini aku merasakan hal yang berbeda, menurutku anak punk itu, mempunyai solidaritas yang tinggi, walaupun penampilannya saja yang agak menakutkan. Akupun mulai memejamkan mataku.
       Mataharipun belum terbit, tapi aku sudah dibangunkan oleh salah satu anak punk distasiun tersebut, dan ternyata distasiun tersebut sedang ada razia anak punk dan gepeng. Oh… betapa kagetnya aku, dan tanpa aku ambil pusing lagi, akupun langsung berlari dengan kencangnya. Mungkin anda berfikir kenapa aku berlari, padahal aku belum bisa disebut sebagai gepeng atau anak punk, aku berlari karena Kartu Tanda Pendudukku bukan berasal dari Jakarta melainkan dari daerah lain. Ya… betapa paniknya aku saat itu. Ternyata nasibku saat itu sedang beruntung, aku bisa lepas dari kejaran satpol pp. Tapi, aku tersesat, aku tidak tahu dimana aku berada, ahh.. sh*t.
       Akupun singgah diwarteg untuk makan dan sedikit berbicara kepada pemilik warteg. Dan ternyata aku tersesat dibilangan Kebon Singkong. Untung saja pemilik warteg tersebut baik, akupun langsung diantarnya kestasiun dimana aku beristirahat semalam.
       Aku terdiam, dan sejenak berfikir, aku tidak tahu harus kemana lagi, sedikit demi sedikit, uang yang ada didompetku hanya tersisa selembar uang 20.000. apakah mungkin aku akan membusuk dikota yang keras ini atau nasib baik akan menghampiriku.
       Tiba-tiba
Aku tidak tahu dari mana suara berisik itu datang. Dan ternyata ada seorang pejabat yang sedang terkena copet. Tapi, tidak ada reaksi orang-orang sekitar yang ingin menghentikan copet tersebut. Ada apa ini ? aku menjadi bingung, kenapa ada orang yang kecopetan, tapi tidak diberi pertolongan. Dan aku mendapat bisikan dari orang asing yang duduk disampingku “biar rasa pejabat itu kecopetan dan tidak ada yang bantu, lagi pula apakah dia mau ngebantu kita bila kita sedang kesusahan”. Orang tersebutpun langsung pergi entah kemana.
                Ya… inilah Jakarta, Ibukota kebanggaan kita.
                Dimana semua orang yang tinggal disini, mencari kesejahteraan, walau harus berpenampilan rendah, dan bertaruh nyawa.
       Akupun terus melanjutkan perjalananku, entah kemana aku harus pergi. Biarkanlah angin dan insting yang membawaku pergi.
               

Tidak ada komentar: