Minggu, 26 April 2015

Psikologi : Mimpi dan Tidur

 Mimpi dan Tidur
Terdapat ungkapan yang mengatakan bahwa mimpi adalah bunga tidur, yang mengartikan bahwa mimpi tak bermakna sehingga tak perlu dihiraukan. Akan tetapi, sebenarnya mimpi mempunyai banyak makna. Untuk memahami arti dari sebuah mimpi, dibutuhkan pemahaman dari diri sendiri. Hal ini dikarenakan mimpi yang hadir dalam tidur seseorang tercipta dari alam sadar orang itu sendiri (Dee, 1991/2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mimpi merupakan sesuatu yang terlihat atau dialami saat tidur. Selama berabad-abad, tidur dianggap hanya untuk mengistirahatkan tubuh secara fisik dan relaksasi otot. Namun kenyataannya, selama tidur tubuh melakukan gerakan yang dapat berfungsi untuk melatih otot. Asumsi mengenai otak (sebagai organ yang paling aktif) yang beristirahat saat tidur juga terbukti salah. Penelitian menemukan bahwa otak lebih aktif pada saat tubuh pada kondisi tidur dibandingkan saat terjaga (Dee, 1991/2005).
“Dengan menyadari hal ini, maka bukan istirahat secara fisik yang kita butuhkan selama tidur, melainkan istirahat secara psikologis” (Dee, 1991/2005, h. 15). Kekurangan tidur terbukti dapat membuat seseorang dapat mengalami penurunan kesadaran bahkan sampai gangguan emosional seperti contohnya menjadi paranoid. Melalui beberapa eksperimen, hal serupa juga ditemukan pada kasus membangunkan orang yang sedang tidur. Ditemukan bahwa orang yang dibangunkan ketika sedang tidur sepanjang dua malam berturut-turut akan mengalami gangguan dan disorientasi secara mental (Dee, 1991/2005; King, 2013).
Berdasarkan tahapan tidur seseorang, jenis tidur terbagi menjadi dua yaitu (a) tidur pada fase REM (Rapid Eye Movement), dan (b) tidur pada fase nREM (non-Rapid Eye Movement). Pertama, tidur pada fase REM (Rapid Eye Movement), merupakan tidur saat mimpi sedang berlangsung secara aktif. Kedua, tidur pada fase nREM, yang juga disebut fase tidur tenang dan mimpi yang berlangsung sangat sedikit. Sepanjang malam, terjadi pergantian terus menerus antara fase Rem dan fase nREM.
Pada fase REM, tidak terjadi lagi dengkuran, pernafasan menjadi berat, kedua tangan dan kaki menjadi lumpuh, tekanan darah meningkat, dan denyut jantung semakin cepat. Pada fase ini, seseorang telah masuk pada fase tidur nyenyak (Dee, 1991/2005). Seseorang cenderung mengatakan mereka sedang bermimpi jika dibangunkan pada fase ini dibandingkan pada fase lain (Schredl, dikutip dari King, 2013). Ditemukan bahwa jika seseorang dibangunkan sepanjang malam terus menerus terutama pada fase REM, mereka akan cenderung mengalami gangguan emosi. Gangguan emosi tersebut dapat berupa: (a) menjadi sensitif, (b) gelisah, dan (c) mudah marah. Dengan demikian, dapat dikatakan tujuan seseorang tidur ialah untuk bermimpi (Dee, 1991/2005).
Melihat Mimpi secara Psikologis
Sigmund Freud (1856-1939). Freud menggambarkan jiwa manusia bagai sebuah gunung es: (a) bagian yang muncul di permukaan air, disebut sebagai bagian kesadaran; (b) bagian yang agak di bawah permukaan air, merupakan bagian prakesadaran; dan (c) bagian yang berada di bawah permukaan air merupakan alam ketidaksadaran. Alam ketidaksadaran ini, berisi dorongan biologis seperti agresi dan dorongan seksual (dikenal sebagai Id). Dorongan-dorongan ini bila dibiarkan atau bertentangan dengan self-image seseorang, akan disangkal oleh bagian rasional dari kepribadian orang tersebut (dapat disebut dengan ego). Dorongan-dorongan ini juga dapat ditekan oleh superego atau dorongan untuk berbuat kebaikan (Craze, n.d.; Sarwono, 2002).
Menurut Freud (dikutip dalam Craze, n.d.), “mimpi merupakan gambaran simbolis dari kebutuhan, keinginan, dan konflik yang tidak kita sadari” (h. 38). Ia menyatakan bahwa mimpi tidak hanya mengungkapkan keinginan yang ada di masa sekarang tetapi juga keinginan dari masa kanak-kanak. Keinginan ini umumnya berpola agresif dan seksual, sehingga dianggap berbahaya dan ditekan oleh superego. Oleh karena itu, keinginan tersebut diungkapkan dalam mimpi secara simbolis. Freud percaya bahwa mimpi memiliki dua aspek yaitu: (a) isi yang tersembunyi, yang merupakan keinginan yang ditekan; dan (b) isi yang terbuka, yang merupakan mimpi itu sendiri (Craze, n.d.).
Freud (dikutip dari Craze, n.d.) mengungkapkan bahwa mimpi mempunyai selubung untuk menyembunyikan isi mimpi dari sensor internal atau superego. Tanpa teknik selubung ini, isi mimpi akan mengganggu si pemimpi sehingga ia akan bangun dari tidurnya. Beberapa teknik selubung yang dikemukakan Freud (dikutip dari Craze, n.d.) yaitu: (a) mimpi penyingkatan (condensation dream), yakni beberapa macam ide disingkat dalam satu gambar, yang umumnya terlihat aneh atau tidak biasa; (b) mimpi pemindahan (displacement dream), yaitu penggantian sudut pandang mengenai sesuatu yang membuat pemimpi tersebut gelisah sehingga dapat menghilangkan rasa gelisah; (c) mimpi perlambangan (symbolization dream), yaitu ketika sebuah gambar netral digunakan untuk mengungkapkan ide yang kemungkinan menggelisahkan; dan (d) mimpi representasi (representation dream), yaitu ketika pikiran diubah menjadi gambar visual.
Carl Gustav Jung (1875-1961). Jung (dikutip dari Craze, n.d.) mengungkapkan bahwa mimpi berfungsi sebagai kompensasi yang menegur seseorang bila ada ketidakseimbangan dalam kepribadian, dan memberi kesempatan kepada seseorang untuk berubah. Ia percaya mimpi berperan penting dalam proses penyesuaian diri untuk membangun keseimbangan batiniah. Dengan hal ini, mimpi juga dapat berfungsi sebagai guru bila ada beberapa segi kepribadian harus diubah (Craze, n.d.). Menurut Jung (dikutip dari Craze, n.d.), mimpi merupakan cara berkomunikasi yang membawa informasi dari tahap bawah sadar ke tahap sadar.
Memahami Mimpi
Memahami mimpi dapat membantu seseorang untuk mengenal dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Dengan menganalisa mimpi, seseorang dapat mengetahui tindakan apa yang harus ia lakukan. Akan tetapi, untuk dapat memahami mimpi seseorang harus menerjemahkan simbol-simbol atau tanda yang ada di dalam mimpinya. Mimpi terkadang dapat bermakna tunggal ataupun bermakna ganda sehingga mempengaruhi dalam proses penafsirannya (Dee, 1991/2005).
Mimpi yang Memberi Peringatan. Mimpi terkadang dapat berisi peringatan, yang bisanya mengingatkan seseorang untuk lebih berhati-hati. Peringatan ini dapat mengenai diri sendiri ataupun mengenai orang lain, yang umumnya mengenai orang terdekat. Hal yang harus dilakukan bila mimpi ini muncul ialah memahami mimpi tersebut agar tahu apa yang harus dilakukan.
Pemicu Emosional. Emosi seseorang dapat memicu mimpi. Ketika seseorang mengalami kejadian traumatis, pikiran akan menyimpan memori tersebut di memori alam bawah sadar. Dalam hal ini, pikiran akan berusaha melakukan represi atau upaya untuk menekan memori tersebut. Namun, akan ada waktu dimana emosi tersebut berusaha untuk muncul ke permukaan yang dapat muncul di dalam mimpi dengan berupa simbol-simbol. Hal ini dikarenakan emosi yang dialami dalam kehidupan seseorang tidak cukup kuat untuk memicu ingatan tentang trauma emosi (Dee, 1991/2005).
Dalam bukunya, Dee (1991/2005) mengatakan bahwa:
Cara menguraikan mimpi yang berhubungan dengan emosi ini adalah dengan menghubungkan simbol yang terlihat di dalam mimpi tersebut dengan hal-hal pertama yang masuk ke pikiran kita, dan dari sinilah kita dapat melangkah maju menguak pesan yang ingin disampaikannya. (h. 98-99)
Penyelesaian Masalah. Setiap mimpi memiliki sebuah pesan, nasihat, ataupun solusi. Bentuknya dapat berupa pesan yang langsung dimengerti ataupun pesan yang tersembunyi. Hal ini dapat terjadi karena terdapat hubungan antara alam sadar dan alam bawah sadar. Bila terdapat informasi yang dilupakan alam sadar, maka alam bawah sadar bertugas untuk mengingatnya atau memunculkannya kembali.
TAHAPAN TIDUR
Tahap tidur berhubungan dengan banyak sekali perubahan elektrofisiologis yang terjadi di seluruh otak.Tahapan dalam siklus tidur, masing-masing ditentukan oleh jenis aktivitas otak yang terjadi. Selama tahap 1 sampai 3, seseorang akan merasa mengantuk, tertidur, dan jatuh tertidur nyenyak tanpa mimpi. Tahap 4 disebut tidur dengan gerakan mata cepat (rapid eye movement/REM) di mana mimpi terjadi. Selama beberapa jam tidur normal, seseorang akan melalui beberapa siklus tidur yang mencakup tahap tidur REM dan tahap tidur non-REM. Berikut penjelasan rinci tahapan tidur:
  • Tahap 1: ditandai dengan gelombang theta, yang menunjukan rileks dan bersifat perlahan.
  • Tahap 2: Gelombang theta berlanjut tetapi mulai berbaur dengan sleep spindle atau kumparan tidur.
Tahap 1 dan 2 merupakan tahap tidur ringan, dan bila sesorang dibangunkan pada saat ini, mereka belum merasa tidur
  • Tahap 3: biasanya ditandai dengan gelombang delta 50%
  • Tahap 4: ditandai dengan gelombang delta lebih dari 50%
Tahap 3 dan 4 sering disebut sebagai tidur delta. Tidur delta merupakan tidur yang paling lelap, otot-otot melemas dan bila dibangunkan pada tahap ini, biasanya akan terjadi kebingungan atau kehilangan orientasi

TIDUR DELTA
Tidur delta adalah tahap tidur di mana gelombang delta EEG lazim atau dominan (tidur tahap 3 dan 4). Disebut tidur “gelombang lambat” karena aktivitas otak melambat secara dramatis dari ritme tahap 2 ”theta” ke ritme yang lebih lambat 1 sampai 2 siklus per detik yang disebut “delta” dan amplitudo gelombang meningkat secara dramatis.
Gelombang otak delta adalah gelombang otak yang paling lambat diantara gelombang otak lainnya dan menjadi salah satu pola gelombang otak yang paling sulit dimengerti.Pada orang normal, gelombang otak delta bisa menjadi dominan ketika memasuki tahap terdalam dalam kondisi tidur.Ketika kita memasuki tahap yang terdalam, aktivitas otak melambat, yang berarti bahwa amplitudo dari gelombang otak kita meningkat.
Pernahkah Anda pada saat kondsi tidur tapi berjalan sendiri atau berbicara sendiri pada tengah malam? Selama berjalan atau berbicara pada saat kondisi tidur, otak tetap dalam frekuensi gelombang delta dan orang tersebut sama sekali tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan. Inilah sebabnya mengapa pada saat seperti ini biasanya subjek berbicara yang tidak masuk akal.
Meskipun kebanyakan orang bisa mengalami frekuensi gelombang delta pada saat tidur di malam hari, tetapi ada orang lain dapat mengalaminya sepanjang hari. Jika seseorang mengalami gelombang delta lebih dari rata-rata pada umumnya seperti pada waktu siang hari, maka otak mungkin sangat tidak fokus. Orang dengan aktivitas delta lebih dari rata-rata pada umumnya seperti pada waktu siang hari mungkin mengalami hal-hal seperti hiperaktif, kelelahan, lesu, dan khawatir demi orang lain.
Tingginya kadar delta dapat menyebabkan orang merasa tidak fokus dan lesu. Mereka juga mungkin dapat merasakan emosi orang lain lebih daripada dirinya sendiri. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa gelombang delta adalah tanda empati terhadap orang lain, atau kemampuan untuk berempati dengan keadaan emosi orang lain.
Untuk menghindari fase delta yang terlalu banyak pada siang hari, yang akhirnya menghambat aktivitas kerja kita, maka kita harus tidur nyenyak malam hari.Tidak tidur pada malam hari menyebabkan kesulitan dalam berkonsentrasi pada saat siang hari.
Gelombang otak bermanfaat untuk mengontrol frekuensi otak.Ingatlah bahwa manfaat utama dari gelombang delta yaitu untuk membantu mendapatkan tidur malam yang baik, nyenyak dan yang paling penting adalah berperan dalam pengembalian energi ke otak dan tubuh pada saat tidur.


Referensi :
Sarwono, S. W. (2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi (ed. 3). Jakarta: Bulan Bintang.




Tidak ada komentar: