Mimpi dan Tidur
Terdapat ungkapan yang mengatakan bahwa mimpi adalah
bunga tidur, yang mengartikan bahwa mimpi tak bermakna sehingga tak perlu
dihiraukan. Akan tetapi, sebenarnya mimpi mempunyai banyak makna. Untuk
memahami arti dari sebuah mimpi, dibutuhkan pemahaman dari diri sendiri. Hal
ini dikarenakan mimpi yang hadir dalam tidur seseorang tercipta dari alam sadar
orang itu sendiri (Dee, 1991/2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mimpi
merupakan sesuatu yang terlihat atau dialami saat tidur. Selama berabad-abad,
tidur dianggap hanya untuk mengistirahatkan tubuh secara fisik dan relaksasi
otot. Namun kenyataannya, selama tidur tubuh melakukan gerakan yang dapat
berfungsi untuk melatih otot. Asumsi mengenai otak (sebagai organ yang paling
aktif) yang beristirahat saat tidur juga terbukti salah. Penelitian menemukan
bahwa otak lebih aktif pada saat tubuh pada kondisi tidur dibandingkan saat
terjaga (Dee, 1991/2005).
“Dengan menyadari hal ini, maka bukan istirahat
secara fisik yang kita butuhkan selama tidur, melainkan istirahat secara
psikologis” (Dee, 1991/2005, h. 15). Kekurangan tidur terbukti dapat membuat
seseorang dapat mengalami penurunan kesadaran bahkan sampai gangguan emosional
seperti contohnya menjadi paranoid. Melalui beberapa eksperimen, hal serupa
juga ditemukan pada kasus membangunkan orang yang sedang tidur. Ditemukan bahwa
orang yang dibangunkan ketika sedang tidur sepanjang dua malam berturut-turut
akan mengalami gangguan dan disorientasi secara mental (Dee, 1991/2005; King,
2013).
Berdasarkan tahapan tidur seseorang, jenis tidur
terbagi menjadi dua yaitu (a) tidur pada fase REM (Rapid Eye Movement), dan (b)
tidur pada fase nREM (non-Rapid Eye Movement). Pertama, tidur pada fase REM
(Rapid Eye Movement), merupakan tidur saat mimpi sedang berlangsung secara
aktif. Kedua, tidur pada fase nREM, yang juga disebut fase tidur tenang dan
mimpi yang berlangsung sangat sedikit. Sepanjang malam, terjadi pergantian
terus menerus antara fase Rem dan fase nREM.
Pada fase REM, tidak terjadi lagi dengkuran,
pernafasan menjadi berat, kedua tangan dan kaki menjadi lumpuh, tekanan darah
meningkat, dan denyut jantung semakin cepat. Pada fase ini, seseorang telah
masuk pada fase tidur nyenyak (Dee, 1991/2005). Seseorang cenderung mengatakan
mereka sedang bermimpi jika dibangunkan pada fase ini dibandingkan pada fase
lain (Schredl, dikutip dari King, 2013). Ditemukan bahwa jika seseorang
dibangunkan sepanjang malam terus menerus terutama pada fase REM, mereka akan
cenderung mengalami gangguan emosi. Gangguan emosi tersebut dapat berupa: (a)
menjadi sensitif, (b) gelisah, dan (c) mudah marah. Dengan demikian, dapat
dikatakan tujuan seseorang tidur ialah untuk bermimpi (Dee, 1991/2005).
Melihat
Mimpi secara Psikologis
Sigmund Freud (1856-1939). Freud menggambarkan jiwa
manusia bagai sebuah gunung es: (a) bagian yang muncul di permukaan air,
disebut sebagai bagian kesadaran; (b) bagian yang agak di bawah permukaan air,
merupakan bagian prakesadaran; dan (c) bagian yang berada di bawah permukaan
air merupakan alam ketidaksadaran. Alam ketidaksadaran ini, berisi dorongan
biologis seperti agresi dan dorongan seksual (dikenal sebagai Id).
Dorongan-dorongan ini bila dibiarkan atau bertentangan dengan self-image
seseorang, akan disangkal oleh bagian rasional dari kepribadian orang tersebut
(dapat disebut dengan ego). Dorongan-dorongan ini juga dapat ditekan oleh
superego atau dorongan untuk berbuat kebaikan (Craze, n.d.; Sarwono, 2002).
Menurut Freud (dikutip dalam Craze, n.d.), “mimpi
merupakan gambaran simbolis dari kebutuhan, keinginan, dan konflik yang tidak
kita sadari” (h. 38). Ia menyatakan bahwa mimpi tidak hanya mengungkapkan
keinginan yang ada di masa sekarang tetapi juga keinginan dari masa
kanak-kanak. Keinginan ini umumnya berpola agresif dan seksual, sehingga
dianggap berbahaya dan ditekan oleh superego. Oleh karena itu, keinginan
tersebut diungkapkan dalam mimpi secara simbolis. Freud percaya bahwa mimpi
memiliki dua aspek yaitu: (a) isi yang tersembunyi, yang merupakan keinginan
yang ditekan; dan (b) isi yang terbuka, yang merupakan mimpi itu sendiri
(Craze, n.d.).
Freud (dikutip dari Craze, n.d.) mengungkapkan bahwa
mimpi mempunyai selubung untuk menyembunyikan isi mimpi dari sensor internal
atau superego. Tanpa teknik selubung ini, isi mimpi akan mengganggu si pemimpi
sehingga ia akan bangun dari tidurnya. Beberapa teknik selubung yang
dikemukakan Freud (dikutip dari Craze, n.d.) yaitu: (a) mimpi penyingkatan
(condensation dream), yakni beberapa macam ide disingkat dalam satu gambar,
yang umumnya terlihat aneh atau tidak biasa; (b) mimpi pemindahan (displacement
dream), yaitu penggantian sudut pandang mengenai sesuatu yang membuat pemimpi
tersebut gelisah sehingga dapat menghilangkan rasa gelisah; (c) mimpi
perlambangan (symbolization dream), yaitu ketika sebuah gambar netral digunakan
untuk mengungkapkan ide yang kemungkinan menggelisahkan; dan (d) mimpi
representasi (representation dream), yaitu ketika pikiran diubah menjadi gambar
visual.
Carl Gustav Jung (1875-1961). Jung (dikutip dari
Craze, n.d.) mengungkapkan bahwa mimpi berfungsi sebagai kompensasi yang
menegur seseorang bila ada ketidakseimbangan dalam kepribadian, dan memberi
kesempatan kepada seseorang untuk berubah. Ia percaya mimpi berperan penting
dalam proses penyesuaian diri untuk membangun keseimbangan batiniah. Dengan hal
ini, mimpi juga dapat berfungsi sebagai guru bila ada beberapa segi kepribadian
harus diubah (Craze, n.d.). Menurut Jung (dikutip dari Craze, n.d.), mimpi
merupakan cara berkomunikasi yang membawa informasi dari tahap bawah sadar ke
tahap sadar.
Memahami
Mimpi
Memahami mimpi dapat membantu seseorang untuk
mengenal dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Dengan menganalisa
mimpi, seseorang dapat mengetahui tindakan apa yang harus ia lakukan. Akan
tetapi, untuk dapat memahami mimpi seseorang harus menerjemahkan simbol-simbol
atau tanda yang ada di dalam mimpinya. Mimpi terkadang dapat bermakna tunggal
ataupun bermakna ganda sehingga mempengaruhi dalam proses penafsirannya (Dee,
1991/2005).
Mimpi yang Memberi Peringatan. Mimpi terkadang dapat
berisi peringatan, yang bisanya mengingatkan seseorang untuk lebih
berhati-hati. Peringatan ini dapat mengenai diri sendiri ataupun mengenai orang
lain, yang umumnya mengenai orang terdekat. Hal yang harus dilakukan bila mimpi
ini muncul ialah memahami mimpi tersebut agar tahu apa yang harus dilakukan.
Pemicu Emosional. Emosi seseorang dapat memicu
mimpi. Ketika seseorang mengalami kejadian traumatis, pikiran akan menyimpan
memori tersebut di memori alam bawah sadar. Dalam hal ini, pikiran akan
berusaha melakukan represi atau upaya untuk menekan memori tersebut. Namun,
akan ada waktu dimana emosi tersebut berusaha untuk muncul ke permukaan yang
dapat muncul di dalam mimpi dengan berupa simbol-simbol. Hal ini dikarenakan
emosi yang dialami dalam kehidupan seseorang tidak cukup kuat untuk memicu
ingatan tentang trauma emosi (Dee, 1991/2005).
Dalam bukunya, Dee (1991/2005) mengatakan bahwa:
Cara menguraikan mimpi yang berhubungan dengan emosi
ini adalah dengan menghubungkan simbol yang terlihat di dalam mimpi tersebut
dengan hal-hal pertama yang masuk ke pikiran kita, dan dari sinilah kita dapat
melangkah maju menguak pesan yang ingin disampaikannya. (h. 98-99)
Penyelesaian Masalah. Setiap mimpi memiliki sebuah
pesan, nasihat, ataupun solusi. Bentuknya dapat berupa pesan yang langsung
dimengerti ataupun pesan yang tersembunyi. Hal ini dapat terjadi karena
terdapat hubungan antara alam sadar dan alam bawah sadar. Bila terdapat
informasi yang dilupakan alam sadar, maka alam bawah sadar bertugas untuk
mengingatnya atau memunculkannya kembali.
TAHAPAN TIDUR
Tahap tidur berhubungan dengan
banyak sekali perubahan elektrofisiologis yang terjadi di seluruh otak.Tahapan
dalam siklus tidur, masing-masing ditentukan oleh jenis aktivitas otak yang
terjadi. Selama tahap 1 sampai 3, seseorang akan merasa mengantuk, tertidur,
dan jatuh tertidur nyenyak tanpa mimpi. Tahap 4 disebut tidur dengan gerakan
mata cepat (rapid eye movement/REM)
di mana mimpi terjadi. Selama beberapa jam tidur normal, seseorang akan melalui
beberapa siklus tidur yang mencakup tahap tidur
REM dan tahap tidur non-REM. Berikut
penjelasan rinci tahapan tidur:
- Tahap 1: ditandai dengan
gelombang theta, yang menunjukan rileks dan bersifat perlahan.
- Tahap 2: Gelombang theta
berlanjut tetapi mulai berbaur dengan sleep spindle atau kumparan
tidur.
Tahap 1 dan 2 merupakan tahap tidur
ringan, dan bila sesorang dibangunkan pada saat ini, mereka belum merasa tidur
- Tahap 3: biasanya ditandai
dengan gelombang delta 50%
- Tahap 4: ditandai dengan
gelombang delta lebih dari 50%
Tahap 3 dan 4 sering disebut sebagai
tidur delta. Tidur delta merupakan tidur yang paling lelap, otot-otot melemas
dan bila dibangunkan pada tahap ini, biasanya akan terjadi kebingungan atau
kehilangan orientasi
TIDUR
DELTA
Tidur delta adalah tahap
tidur di mana gelombang delta EEG lazim
atau dominan (tidur tahap 3 dan 4). Disebut tidur “gelombang lambat” karena
aktivitas otak melambat secara dramatis dari ritme tahap 2 ”theta” ke
ritme yang lebih lambat 1 sampai 2 siklus per detik yang disebut “delta” dan amplitudo gelombang meningkat secara dramatis.
Gelombang otak delta adalah
gelombang otak yang paling lambat diantara gelombang otak lainnya dan menjadi
salah satu pola gelombang otak yang paling sulit dimengerti.Pada orang normal,
gelombang otak delta bisa menjadi dominan ketika memasuki tahap terdalam dalam
kondisi tidur.Ketika kita memasuki tahap yang terdalam, aktivitas otak
melambat, yang berarti bahwa amplitudo dari gelombang otak kita meningkat.
Pernahkah Anda pada saat kondsi
tidur tapi berjalan sendiri atau berbicara sendiri pada tengah malam? Selama
berjalan atau berbicara pada saat kondisi tidur, otak tetap dalam frekuensi
gelombang delta dan orang tersebut sama sekali tidak menyadari apa yang sedang
mereka lakukan. Inilah sebabnya mengapa pada saat seperti ini biasanya subjek
berbicara yang tidak masuk akal.
Meskipun kebanyakan orang bisa
mengalami frekuensi gelombang delta pada saat tidur di malam hari, tetapi ada
orang lain dapat mengalaminya sepanjang hari. Jika seseorang mengalami
gelombang delta lebih dari rata-rata pada umumnya seperti pada waktu siang hari,
maka otak mungkin sangat tidak fokus. Orang dengan aktivitas delta lebih dari
rata-rata pada umumnya seperti pada waktu siang hari mungkin mengalami hal-hal
seperti hiperaktif, kelelahan, lesu, dan khawatir demi orang lain.
Tingginya kadar delta dapat menyebabkan
orang merasa tidak fokus dan lesu. Mereka juga mungkin dapat merasakan emosi
orang lain lebih daripada dirinya sendiri. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa
gelombang delta adalah tanda empati terhadap orang lain, atau kemampuan untuk
berempati dengan keadaan emosi orang lain.
Untuk menghindari fase delta yang
terlalu banyak pada siang hari, yang akhirnya menghambat aktivitas kerja kita,
maka kita harus tidur nyenyak malam hari.Tidak tidur pada malam hari
menyebabkan kesulitan dalam berkonsentrasi pada saat siang hari.
Gelombang otak bermanfaat untuk
mengontrol frekuensi otak.Ingatlah bahwa manfaat utama dari gelombang delta
yaitu untuk membantu mendapatkan tidur malam yang baik, nyenyak dan yang paling
penting adalah berperan dalam pengembalian energi ke otak dan tubuh pada saat
tidur.
Referensi :
Sarwono, S. W. (2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan
tokoh-tokoh psikologi (ed. 3). Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar